Minggu, 01 Januari 2017

Antibiotika merupakan bahan obat yang sangat memegang peranan penting dalam meng-atasi penyakit infeksi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antibiotik merupakan substansi kimia alamiah hasil metabolisme sekunder mikroorganisme, dalam konsentrasi yang rendah mempunyai kemampuan baik menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik merupakan komponen antimikroorganisme yang dihasilkan secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri, fungi, dan protozoa. Ada dua cara antibiotik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yaitu sebagai bakteriostatis dan baktriosidal (Ryu dkk, 1980). Antibiotika merupakan bahan obat yang sangat memegang peranan penting dalam meng-atasi penyakit infeksi, Sejak ditemukannya antibiotika yang pertama pada tahun 1929 oleh Alexander Fleming, maka perkembangan penelitian yang mengarah pada penemuan-penemuan baru terus berkembang dengan pesatnya. Program skrining intensif di semua negara maju berlanjut sehingga jumlah antibiotika baru bertambah sekitar 50 – 100 jenis setiap tahun. Pada tahun 1963 baru dikenal 513 jenis antibiotika tetapi pada tahun 1974 sudah menjadi 4076 jenis dan sampai saat ini diperkirakan sudah ditemukan lebih dari 6000 jenis antibiotika. (Naid dkk, 2013). Salah satu dari sekian banyak antibiotika yang dibutuhkan sampai saat ini, yang paling banyak digunakan adalah dari golongan penisilin. Selain lebih efektif juga lebih aman atau tidak toksik meskipun dapat menimbulkan alergi pada orang-orang tertentu (Nawfa, 1988). Sekitar 800 jenis antibiotik dihasilkan oleh fungi. Fungi dari genus Aspergillus dan Penicilin lebih sering memproduksi antibiotik, fungi penghasil antibiotik yang terkenal diantaranya adalah Penicilium menghasilkan penisilin. (Sarah, 2002). 1.2. Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungi Penghasil Antibiotik Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang mempunyai peranan penting dalam siklus hara yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam mengisolasi fungi penghasil antibiotik dari tanah dapat menggunakan metode cawan sebar. Prinsip teknik ini yaitu dengan mengencerkan contoh tanah. Koloni penghasil aktivitas antibiotik ditunjukkan pada area agar di sekitar koloni yang bebas pertumbuhan koloni lain. Setelah terbukti bahwa koloni tersebut memang penghasil antibiotik, populasi tersebut dimurnikan dan disubkultur untuk membuat stok biakan yang diperlukan dalam pengujian selanjutnya (Sarah, 2002). Fungi ada yang bermanfaat bagi manusia, antara lain sebagai pengendali hayati, penghasil enzim, antibiotik, rekayasa genetik, dan industri komersial (Naid dkk, 2013). Dalam bidang farmasi fungi juga berperan sebagai penghasil antibiotik (Hersbach, 1984). Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroorganisme lainnya (Naid dkk, 2013). Sekitar 800 jenis antibiotik dihasilkan oleh fungi. Fungi dari genus Aspergillus dan Penicilin lebih sering memproduksi antibiotik, fungi penghasil antibiotik yang terkenal diantaranya adalah Penicilium menghasilkan penisilin. (Sarah, 2002). 2.2. Penicilium Fungi penghasil antibiotik yang terkenal salah satunya adalah Penicilium. Penisilin merupakan antibiotik modern yang pertama, paling bermanfaat serta paling luas penggunaannya. Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme Penicillium notatum (Hersbach dkk, 1984). Penicillium chrysogenum juga dapat menghasilkan antibiotik penisilin, mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang sangat luas terhadap bakteri dan beberapa jamur (Henriksen, 1996). Penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929. Fleming memperlihatkan bahwa pada suatu cawan agar yang diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah terkontaminasi oleh sejenis jamur dan koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu zona yang jernih, menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri (Hersbach dkk, 1984). 2.3. Penisilin Penisilin merupakan campuran asam organik berstruktur komplek yang diisolasi sebagai garam-garam natrium, kalium dan kalsium. Pensilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme kapang Penicillium notatum dan P. chrysogenum. Kultur yang sama dapat menghasilkan beberapa macam molekul penisilin antara lain penisilin G dan penisilin V. Penisilin dapat menjadi non aktif apabila terkena pengaruh panas, sistein, NaOH, penicilinase (enzim yang terdapat dalam banyak bakteri yang dapat merusak penisilin) dan asam hidroklorat, seperti yang terdapat dalam lambung (Sarah, 2002). 2.4. Biosintesa Penisilin G. Penisilin merupakan produk biosintesa dari α-aminoadipic acid, cysteine dan valine. Asam α-aminoadipic merupakan produk antara dalam biosintesa lysine. Biosintesa ini dimediasi oleh aktivitas 3 buah enzim yaitu ACV-synthetase (ACVS), isopenicillin-N synthase (IPNS) dan acyl-CoA : isopenicillin-N acyltransferase (AT). (Christense dkk, 1995). Hasil biosintesa tersebut akan dikondensasikan menjadi tripeptide δ- (α-aminoadipyl) cysteinylvaline. Cincin lactam dan thiaolidine pada senyawa tripeptide δ- (α-aminoadipyl) cysteinylvaline kemudian akan menutup, sehingga dihasilkan isopenisilin N. Biosintesa tersebut lalu dilanjutkan dengan pertukaran bagian α-aminoadipyl dari isopenisilin N dengan asam phenylacetic atau asam phenoxyacetic yang akan menghasilkan penisilin G (Hersbach dkk, 1984). 2.5. Deskripsi Proses Pembuatan penisilin Proses fermentasi penisilin didahului oleh tahapan seleksi strain Penicillium chrysogenum pada media agar di laboratorium dan perbanyakan pada tangki seeding. Penicillium chrysogenum yang dihasilkan secara teoritis dapat mencapai konversi yield maksimum sebesar 13 – 29 %. Media fermentasi diumpankan ke dalam fermentol pada suasana asam (pH 5,5). Proses fermentasi ini diawali dengan sterilisasi media fermentasi melalui pemanasan dengan steam bertekanan sebesar 15 lb (120 0C) selama ½ jam. Sterilisasi ini dilanjutkan dengan proses pendinginan fermentol dengan air pendingin yang masuk ke dalam fermentol melalui coil pendingin. Fermentol yang digunakan merupakan fessel vertikal bertekanan yang terbuat dari carbon steel dan dilengkapi dengan coil pemanas, coil pendingin, pengaduk tipe turbin dan sparger yang berfungsi untuk memasukkan udara steril. Saat temperatur mencapai 75oF (24 oC), media ini diinokulasi pada kondisi aseptic dengan mengumpankan spora-spora kapang Penicillium chrysogenum. Selama proses fermentasi berlangsung dilakukan pengadukan, sementara udara steril dihembuskan melalui sparger kedalam fermentol. Proses fermentasi ini akan berlangsung secara batch terumpani selama 100 – 150 jam dengan tekanan operasi 5 – 15 psig. Temperatur operasi dijaga konstan selama fermentasi penisilin berlangsung dengan cara mensirkulasikan air pendingin melalui coil. Busa-busa yang terbentuk dapat diminimalkan dengan penambahan agen anti-foam. Kapang aerobic dibiarkan tumbuh selama 5 – 6 hari saat gas CO2 mulai terbentuk. Ketika penisilin ini dihasilkan jumlahnya telah maksimum, maka cairan hasil fermentasi tersebut didinginkan hingga 28 oF (2 oC), dan diumpankan kedalam rotary vacum filter untuk memisahkan miselia dan penisilin. Miselia akan dibuang, sehingga diperoleh filtrat berupa cairan jernih yang mengandung penisilin. Untuk mendapatkan penisilin yang siap dikomsumsi, maka tahapan dilanjutkan dengan proses ekstraksi dan kristalisasi (Ryu dkk, 1980). 2.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fermentasi pensilin sangat dipengaruhi oleh kondisi proses dan lingkungannya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembuatan penisilin ini antara lain adalah : Temperatur, pH, Sistem Aerasi, Sistem Pengadukan, Penggunaan zat anti busa, dan upaya pencegahan kontaminasi pada medium. 2.6.1. Temperatur Fermentasi untuk pembuatan penisilin akan menghasilkan produk yang maksimum apabila temperatur operasi dijaga pada 240C. Temperatur berkaitan erat dengan pertumbuhan mikroorganisme, karena kenaikan temperatur dapat meningkatkan jumlah sel mikroorganisme baru. Apabila temperatur sistem meningkat melebihi temperatur optimumnya, maka produk yang dihasilkan akan berkurang, karena sebagian dari media fermentasi akan digunakan oleh mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. 2.6.2. pH Pengaturan pH dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH sistem. Kehilangan penisilin dapat terjadi pada pH dibawah 5 atau pH diatas 7,5. PH medium dipengaruhi oleh jenis dan jumlah karbohidrat (glukosa atau laktosa) dan buffer. Karbohidrat akan difermentasi menjadi asam-asam organik. Fermentasi glukosa yang berlangsung cepat akan menurunkan pH, sedangkan laktosa terfermentasi dengan sangat lambat sehingga perubahan pH berlangsung lambat pula. Konsentrasi gula hasil fermentasi ini berfungsi mempertahankan kenaikan pH agar tetap lambat. Larutan buffer dapat digunakan untuk mempertahankan pH sistem. Kalsium karbonat merupakan senyawa yang sering digunakan untuk tujuan ini. Kalsium karbonat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pH sistem saat ditambahkan media fermentasi. 2.6.3. Sistem Aerasi Aerasi yang cukup merupakan hal penting untuk memaksimalkan penisilin, sebab aerasi dapat menghasilkan oksigen yang dihasilkan oleh kapang Penicillum chrysogenum untuk metabolismenya. Aerasi pada fermento diberikan melalui proses pengadukan atau dengan tekanan sebesar 20 lb/in2 akan mengurangi penisilin yang dihasilkan 2.6.4. Pengadukan Pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengadukan yang sesuai akan memperbaiki hasil penisilin ketika laju aerasi konstan. Kecepatan pengadukan proses fermentasi umumnya berkisar pada range 250 – 500 cm/detik. Pembentukan busa yang berlebihan selama proses fermentasi dapat dieliminasi dengan penambahan tributinit sutrat. Secara umum, busa akan menurunkan pH apabila konsentrasinya terus bertambah. 2.6.5. Sterilisasi Kontaminasi dapat dihindarkan dengan cara sterilisasi sistem perpipaan, fermentol, dan peralatan lain yang kontak langsung dengan penisilin. Uap panas umumnya digunakn untuk sterilisasi media fermentasi dan peralatan tersebut. Zat anti busa dan udara untuk aerasi juga hasus disterilkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam media fermentasi. 2.6.6. Parameter Metabolik Penisilin dikategorikan sebagai metabolik sekunder yang disintesa oleh kapang Penicillium chrysogenum. Metabolik sekunder adalah hasil metabolisme yang bukan merupakan kebutuhan pokok mikroorganisme untuk hidup dan pertumbuhannya. Tetapi dalam kondisi kritis metabolik sekunder dapat juga berfungsi sebagai nutrient darurat bagi mikroorganisme untuk bertahan hidup. Netabolik ini biasanya disintesis pada akhir siklus pertumbuhan sel mikroorganisme (pada fase idiofase) ketika nutrient sudah mulai habis pada fase ini sel mikroorganisme lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti temperatur yang terlalu tinggi, radiasi, bahan-bahan kimia dan produk metabolisme sekunder yang dihasilkannya sendiri. Pembentukan produk metabolik dan pertumbuhan sel-sel berhubungan erat dengan penggunaan nutrien dan pengaturan metabolik. Laju pertumbuhan spesifik merupakan salah satu variabel terpenting dalam sistem biologis dan merupakan parameter yang dapat mempengaruhi produktivitas penisilin. Laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme dapat dikontrol secara dini oleh parameter-parameter metabolik seperti laju pembentukan produk, laju penggunaan karbon, laju penggunaan oksigen, nitrogen, phospat, sulfat dan precursor phenylacetic acid. Biosintesa penisilin dapat dihambat oleh penggunaan nutrien yang sangat cepat oleh kapang Penicillium chrysogenum seperti fermentasi yang memannfaatkan glukosa sebagai sumber karbon. Untuk itu proses fermentasi untuk pembuatan penisilin menggunakan 2 buah sumber karbon, yaitu glukosa dan laktosa. Glukosa akan dikonsumsi secara cepat oleh kapang Penicillium chrysogenum selama fase tropofase. Setelah glukosa habis, penekanan terhadap penggunaan laktosa menjadi hilang, dan mikroorganisme memasuki idiofase dengan mengkonsumsi laktosa secara lambat (Sarah, 2002) PENUTUP 3.1. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA Christensen, L.H., Henriksen,C.M., Nielsen, J., Villadsen, J., Egel-Mitani, M.1995. Continuous cultivation of Penicillium chrysogenum. Growth on glucose and penicillin production, Journal of Biotechnology, vol 42, hal 95-107. Henriksen, C.M., Christensen, L.H., Nielsen, J., Villadsen, J. 1996. Growth energetic and metabolic fluxes in continuous cultures of Penicillium chrysogenum, Journal of Biotechnology, vol 45, hal 149-164. Hersbach, G. J.M. van Beek, C.P., van Dijck, P.W.M. 1984. Biotechnology of industrial antibiotics. The penicillins : properties, biosynthesis, and fermentation, edisi 1, Marcel Dekker, Inc, New York. Naid,T., S. Kasim, A. Marzuki, dan Sumarheni. 2013. Produksi Antibiotika Secara Fermentasi dari Biakan Mikroorganisme Simbion Rumput Laut Eucheuma Cottoii. Laboratorium Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar Nawfa, R. (1988), Produksi Penisilin dengan Teknik Amobilisasi Sel P.chrysogenum, Tesis, ITB, Bandung. Sarah, M. 2002. Parameter Metabolik dalam Pembuatan Penisilin G. Program Studi Kimia, Universitas Sumatra Utara, Medan. Ryu D.D., Hospodka. 1980. Quantitative physiology of Penicillium chrysogenum in penicillin fermentation, Biotechnology and Bioengineering, vol XXII, hal 289-298, Jnc, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar