Senin, 02 Januari 2017

PENGGUNAAN VITAMIN E UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAGING TERNAK UNGGAS

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk unggas memberikan kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan nutrisi. Daging dan telur unggas umum dikonsumsi masyarakat karena mudah diperoleh dan harga lebih terjangkau dibandingkan dengan produk ternak besar serta siklus produksi unggas yang cepat menjadikan unggas sebagai ternak yang sangat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. (Akil dkk, 2009). Menurut Hustiany (2001) bau amis pada daging unggas merupakan hasil proses oksidasi lipid. Daging unggas mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Asam lemak tidak jenuh merupakan bahan yang mudah mengalami otooksidasi. Proses oksidasi lemak menghasilkan radikal bebas. Terbentuknya radikal bebas mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida. Peroksida-peroksida akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan senyawa-senyawa seperti aldehid, alkohol, keton, asam karboksilat dan hidrokarbon yang masing-masing berbau khas. (Sies dan Stahl, 1985) Produk daging dengan kandungan asam lemak tak jenuh ganda tinggi dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskular seperti jantung koroner karena dapat meningkatkan kadar lipoprotein dengan densitas tinggi. Peningkatan kandungan PUFA daging dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang banyak mengandung PUFA terproteksi. Salah satu sumber PUFA pakan yang dapat digunakan adalah CCPO (Tiven, 2011). Kandungan PUFA pakan akan mempengaruhi kandungan PUFA daging karena adanya absorbsi PUFA pakan dalam saluran pencernaan (Yeom et al., 2005). Polyunsaturated fatty acid pada daging dan membran sel mudah mengalami oksidasi sehingga mudah menjadi ransid karena adanya ikatan ganda yang menyebabkan PUFA rentan terhadap proses oksidasi (Channon dan Trout, 2002). Oksidasi lipid dapat dicegah dengan cara menggunakan antioksidan. Antioksidan dikelompokkan menjadi dua yakni alami dan sintetis. (Achyad dan Rasyidah, 2000). Antioksidan sintetik yang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya off-odor pada daging adalah vitamin C dan vitamin E. (Sies dan Stahl, 1985) Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas. Radikal vitamin E bersifat stabil dan tidak bereaksi dengan asam-asam lemak polyunsaturated fatty acid (PUFA). Vitamin E berperan sebagai antioksidan lipofilik (Niki dkk. 1995). Vitamin E dalam pakan akan dideposit kedalam daging, banyaknya Vitamin E yang dideposit (mg/kg) tergantung pada dosis vitamin E dalam pakan dan lamanya pemberian (Enser, 1999) 1.2 Rumusan Masalah Kandungan Vitamin E dalam pakan berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas dan berperan sebagai antioksidan lipofilik 1.3. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh vitamin E terhadap kualitas daging ternak unggas TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah penemuan vitamin E Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop pada tahun 1922 sebagai nutrisi penting dalam fungsi reproduksi mamalia. Kemudian ditemukan kembali pada tahun 1950 oleh Klaus Schwarz dalam konteks sistem antioksidan seluler (bersama asam amino dan selenium). Vitamin E yang meliputi tokoferol dan tokotrienol, merupakan molekul larut lemak yang memainkan peran penting dalam kesehatan yang berfungsi melindungi organisme dari oksidasi dan fungsi-fungsi biologis spesifik lainnya. (Hamre, 2011). Keberadaan vitamin E dalam ransum ayam broiler yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging ayam broiler. Konsentrasi vitamin E dalam ransum antara 100-200 mg/kg, nyata memperbaiki stabilitas oksidatif daging ayam broiler (Bartov, 1997). 2.2. Kolestrol pada unggas Kolestrol merupakan substansi lemak yang dalam jumlah tertentu sangat esensial untuk kebutuhan sel. Kolestrol juga berfungsi sebagai bahan baku sintesis empedu dan merupakan komponen membran sel. Kolestrol berasal dari dua suber, yaitu berasal dari pakan disebut kolestrol eksogen, dan kolestrol yang diproduksi sendiri oleh tubuh disebut endogen. Menurut Ismoyowati dan Widyastuti (2003), kandungan kolestrol daging pada ayam kampung sekitar 177,47 sampai 187,95 mg/100 ml, itik tegal sekitar 166,91 sampai 188,41 mg/100 ml, dan entok sekitar 171,94 sampai 203,01 mg/100 ml. Setiap bangsa unggas memiliki kemampuan yang berbeda dalam sintesis kolestrol, sintesis kolestrol sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Kadar kolestrol juga akan berbeda pada bagain tubuh ternak, daging yang berwarna putih (seperti daging dada) memiliki kandungan kolestrol yang lebih rendah dibandingkan daging unggas yang berwarna gelap (seperti daging paha). Sintesis kolestrol yang berasal dari asetil- CoA, yang dapat berasal dari perombakan karbohidrat, protein ataupun lemak. Jalur isopronoid menjadikan asetil-CoA menjadi kolestrol, pada proses tersebut dibutuhkan 4 enzim utama untuk dapat mensintesis kolestrol. Pengaturan HMG-CoA reduktase merupakan titik kontrol sintesis kolestrol. (Liscum, 2002) Peningkatan kolestrol sel terjadi karena penyerapan lipoprotein yang mengandung kolestrol oleh resptor (Kathleen et al., 2006). 2.3. Antioksidan Antioksidan adalah subtansi yang dapat menunda, mencegah, menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul target, seperti lemak, protein, dan DNA (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Antioksidan merupakan suatu inhibitor dari proses oksidasi bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil, dan memiliki peran fisiologis yang beragam dalam tubuh (Kumar, 2011). Antioksidan yang digunakan dalam sistem biologis berfungsi untuk mengatur kadar radikal bebas agar kerusakan pada molekul penting dari tubuh tidak terjadi dan tercipta sistem perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari sel (Milbury dan Richer, 2008). Antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan tubuh karena dalam hal ini antioksidan bertindak sebagai pemulung/scavenger (Sen et al., 2010). Menurut Jin-yeum et al., (2010), tindakan antioksidan dalam sistem biologis, misalnya diplasma tergantung dari beberapa faktor, yaitu sifat oksidan atau ROS yang dikenakan pada sistem biologis, aktivitas dan jumlah antioksidan, dan sifat sinergis atau interaksi dari antioksidan. Adapun mekanisme kerja antioksidan menurut Kumar (2011) adalah memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas dengan mentrasfer atom H, contohnya α-tokoferol, mengurangi konsentrasi oksigen reaktif, contohnya glutation, mengurangi radikal bebas pada tahap inisiasi atau bersifat sebagai pemulung, contohnya superoksida dismutase, dan mengkelat katalis logam transisi (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid dan fenol. Antioksidan sintetis menunjukkan stabilitas yang baik selama pengolahan dan penyimpanan makanan yang mempunyai kadar lemak tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, banyak negara (Jepang dan beberapa negara Eropa) telah menekan penggunaan antioksidan sintetis karena mempunyai potensi sintetis dan karsinogenisitas. Namun, pengggunaan bahan makanan tambahan sintesis menyebabkan kekhawatiran konsumen akan keamanan pangan. Kekhawatiran ini mendorong penggunaan bahan aditif alami. Bahan aditif alami yang memiliki sifat antioksidan dan antimikroba dan mudah diterima oleh konsumen, karena mereka dianggap alami. (Halliwell dan Gutteridge, 2000). 2.4. Pengaruh vitamin E terhadap kadar kolesterol daging ayam broiler Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata (P < 0,05) antara tingkat pemberian minyak ikan lemuru dengan vitamin E terhadap kadar kolesterol daging ayam broiler, demikian pula secara mandiri baik pemberian minyak ikan lemuru maupun pemberian vitamin E berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol daging. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan vitamin E dalam ransum ayam broiler yang mengandung minyak ikan lemuru pada tingkat 3% dengan suplementasi vitamin E 100 ppm dan minyak ikan lemuru pada tingkat 6% dengan suplementasi 200 ppm dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar kolesterol daging ayam broiler. 2.5. Pengaruh vitamin E terhadap kadar vitamin E daging Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin E dengan level yang berbeda di dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap peningkatan kadar vitamin E daging yang ditunjukkan dengan kadar vitamin E daging pada perlakuan tanpa suplementasi vitamin E, vitamin E 200 mg/kg BK, dan vitamin E 400 mg/kg BK berturut-turut adalah 0,99 μg/g, 2,75 μg/g, dan 3,93 μg/g yang memperlihatkan adanya kenaikan sebesar 64,00% pada level vitamin E 200 mg dan 74,80% pada level vitamin E 400 mg dibandingkan tanpa suplementasi vitamin E. Suplementasi vitamin E dapat menyebabkan vitamin E terakumulasi di dalam jaringan otot sehingga dapat meningkatkan kadar vitamin E dalam daging.(Nasiu dkk, 2013). Salvatori et al. (2004) mengemukakan, domba yang mendapat perlakuan injeksi 200 IU vitamin E dalam bentuk DL-α-tocopheryl acetate per minggu berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar vitamin E pada otot LD yaitu 5,37-6,63 μg/g dibandingkan kontrol sebesar 2,04-2,61 μg/g, sementara Schwarz et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi α-tocopherol di dalam jaringan otot sapi akan meningkat dengan peningkatan level suplementasi vitamin E, dan konsentrasi α-tocopherol pada otot LD kelinci secara nyata meningkat dengan suplementasi vitamin E dalam ransum (Fiego et al., 2004). Oksidasi lipid merupakan penyebab utama penurunan kualitas daging (Gray dan Pearson, 1994) karena mempengaruhi daya simpan daging yang terkena udara ketika aktivitas bakteri me-rugikan dicegah atau dikurangi dengan pendinginan atau pembekuan (Campo et al., 2006). Produk-produk dari oksidasi lipid menghasilkan rasa dan bau yang biasa disebut ransid (Gray dan Pearson, 1994). Vitamin E mempunyai kemampuan untuk memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil dari asam lemak tak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Murray et al., 1996) sehingga dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid (Bjørneboe et al., 1990). Kandungan vitamin E yang berperan sebagai antioksidan pada daging sangat penting untuk mencegah terjadinya ransiditas yang di-sebabkan oleh proses oksidasi lipid. Pengaruh dari perubahan level PUFA dalam daging meskipun kecil dapat memiliki pengaruh yang substansial terhadap timbulnya ransiditas (Channon dan Trout, 2002). Selanjutnya dinyatakan bahwa PUFA sangat rentan terhadap proses oksidasi karena adanya ikatan ganda yang labil. 2.6. Pengaruh vitamin E terhadap komposisi asam lemak daging Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin E sampai level 400 mg per kg BK pakan tidak berpengaruh nyata terhadap komposisi asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) daging. Hal tersebut dapat disebabkan karena kandungan PUFA pakan penelitian yang rendah dan sama untuk setiap perlakuan sebesar 10,42%, sehingga menghasilkan deposisi PUFA dalam daging yang rendah sebagaimana yang dikemukakan oleh Yeom et al. (2005) bahwa komposisi susu dan daging ruminansia dapat dipengaruhi oleh asupan PUFA dan pakan ruminansia dapat mempengaruhi komposisi asam lemak (Banskalieva et al., 2000). Perlakuan tanpa suplementasi vitamin E, vitamin E 200 mg, dan vitamin E 400 mg memperlihatkan kandungan PUFA daging masing-masing sebesar 6,94%, 6,41%, dan 8,87%. Hasil tersebut lebih rendah daripada hasil penelitian Karami et al. (2011) tentang pengaruh antioksidan terhadap kualitas, profil asam lemak, dan oksidasi lipid pada otot LD kambing Kacang yang menunjukkan bahwa suplementasi vitamin E sampai level 400 mg dalam pakan dengan kandungan PUFA pakan sebesar 24,22% dapat menghasilkan daging dengan kandungan asam tak jenuh ganda (PUFA) yang lebih tinggi yaitu 22,5% dibandingkan kontrol sebesar 18,1%. Komposisi PUFA daging dapat ditingkatkan dengan adanya vitamin E yang bertindak sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi PUFA jaringan dengan memutuskan berbagai reaksi rantai radikal bebas asam lemak tak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Murray et al., 1996). Bjørneboe et al. (1990) menyatakan, α-tokoferol dapat menghambat peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) sangat rentan terhadap proses oksidasi karena adanya ikatan ganda yang labil. Semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan asam lemak, kerentanan terhadap proses oksidasi akan me-ningkat secara proporsional (Channon dan Trout, 2002). PENUTUP 3.1. Kesimpulan Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas. Radikal vitamin E bersifat stabil dan tidak bereaksi dengan asam-asam lemak polyunsaturated fatty acid (PUFA) dan vitamin E berperan sebagai antioksidan lipofilik serta keberadaan vitamin E dalam ransum ayam broiler yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging ayam broiler DAFTAR PUSTAKAAN Achyad, D.E., Rasyidah R. 2000. Beluntas (Piuchea Indica Less.) PT. Asiamaya Dotcom.Indonesia. http:/ www .asia maya .com/jamu/isijbeluntas_plucheaindicaless. htm Akil, S., W.G. Piliang, C.H. Wijaya, D.B. Utomo dan I.K.G. Wiryawan. 2009. Pengkayaan Selenium Organik, Inorganik dan Vitamin E dalam Pakan Puyuh terhadap Performa serta Potensi Telur Puyuh sebagai Sumber Antioksidan. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Banskalieva, V., T. Sahlu and A. I. Goetsch. 2000. Fatty acids composition of goat’s muscles and fat depots: a review. Small Ruminant Research 37: 255-268. Bartov. 1997. Moderate excess of dietary vitamin E does not exacerbates cholecalciferol deficiency in young broiler chicks. Br Poult Sci 38: 442 – 444 Bjørneboe, A., G. A. Bjørneboe and C. A. Drevon. 1990. Absorption, transport, and distribution of vitamin E. J. Nutr. 120: 233-42. Campo, M. M., G. R. Nute, S. I. Hughes, M. Enser, J. D. Wood and R. I. Richardson. 2006. Flavour perception of oxidation in beef. Meat Sci. 72: 303-311. Channon, H. A. and G. R. Trout. 2002. Effect of tocopherol concentration on rancidity development during frozen storage on a cured and uncured processed pork product. Meat Sci. 62: 9-17. Enser, M. 1999. Nutritional Effects on Meat Flavour and Stability. In: Poultry Meat Science, Richardson, R.I and G.C. Mead editor. Volume 25, Oxfordshire, England, hal. 197-215. Fiego, D. P. L., P. Santoro, P. Macchioni, D. Mazzoni, F. Piattoni, F. Tassone and E. D. Leonibus. 2004. The effect of dietary supplementation of vitamins C and E on the a-tocopherol content of muscles, liver and kidney, on the stabilityof lipids, and on certain meat quality parameters of the longissimus dorsi of rabbits. Meat Sci. 67: 319-327. Gray, J. L. and A. M. Pearson. 1994. Lipid-derived off-flavours in meat formation and inhibition. In: Flavour of Meat and Meat Products. F. Shahidi (ed.). London: Blackie Academic. Pp. 116-143. Halliwell, B. & J.M.C. Gutteridge. 2000. Free Radical in biology and medicine. Ed 4th. Oxford University Press, New York Hamre, K. 2011. Metabolism, Interactions, Requirements and Functions of Vitamin E in Fish, Aquaculture Nutrition, Vol. 17, Issue 1, pp. 98–115 Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Skripsi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Ismoyowati dan T. Widiyastuti. 2003. Kandungan lemak dan kolestrol daging bagian dada dan paha berbagai unggas lokal. Animal production. Vol5(2): 79-82. Jin-Yeum, K.J., N.U. Russell, A. Majid, M. Fiaz , & A.H.Shah. 2010. Antibacterial activity of some medicinal mangroves againts antibiotic resistant pathogenic bacteria. Indian J. Pharmacue. Sci., 72 (2): 167-172. Kathleen, M. B. and P. A. Meyes. 2006. Sintesis, transpor dan ekskresi kolestrol: Biokimia Herper. Editor R. K. Murray, D. K. Granner, dan V.W. Rodwell. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Kumar, S. 2011. Free radicals and antioxidants: human and food system. Adv. in Appl. Sci.Res., 2(1): 129-135. Liscum, L. 2002. Cholsetrol biosynthesis. Biochemistry of lipids, lipoproteins and membranes. Editors D. E. Vance and J. E. Vamce. Elsevier science. Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes, dan V. W. Rodwell. 1996. Biokimia Harper (Harper’s Biochemistry). Edisi 24, Terjemahan Andry Hartono, D. A. N. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Nasiu, F., L. M. Yusiati dan Supadmo. 2013. Pengaruh Suplementasi Vitamin E dalam Ransum yang Mengandung Capsulated Crude Palm Oil Terhadap Kandungan Polyunsaturated Fatty Acid Daging dan Performan Kambing Bligon. Vol. 37(3): 181-188 Niki E, N. Nuguchi, H. Tsuchihasshi, N. Gotoh. 1995. Interaction among vitamin C, vitamin E, and carotene. Am J Clin Nutr Supl 62 : 1322S - 1326S. Rusmana, D., D. Natawiharja dan Happali. 2008. Pengaruh Pemberian Ransum Mengandung Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E terhadap Kadar Lemak dan Kolesterol Daging Ayam Broiler. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Vol. 8(1): 19 – 24 Salvatori, G., L. Pantaleo, C. D. Cesare, G. Maiorano, F. Filetti and G. Oriani. 2004. Fatty acid composition and cholesterol content of muscles as related to genotype and vitamin E treatment in crossbred lambs. Meat Sci. 67: 45-55. Sen, S., R. Chakraborty, C. Sridharl, Y.S.R. Reddy, & B.De. 2010. Free radicals, antioxidants, diseases and phytomedicines: Current status and future prospect. Inter. J. Pharmaceu. Sci.Rev and Res., 3(1): 91-100. Sies, H. and W. Stahl. 1995. Vitamin E and C, karotin and other carotenoids as antioksidants. Am J Clin Nutr Supl 62: 1315S-1321S. Tiven, N. C. 2011. Kajian minyak sawit kasar yang diproteksi dengan formaldehid sebagai aditif pakan untuk meningkatkan kualitas daging domba. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yeom, K. H., J. Th. Schonewille and A. C. Beynen. 2005. Fatty acid composition of plasma lipids and erythrocytes in adult goats in positive energy balance fed diets containing either olive or corn oil. Small Ruminant Research 58: 25-32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar