Senin, 02 Januari 2017

FAKTOR RESIKO DARI INFEKSI ZOONOSIS CACING PADA MANUSIA DAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zoonosis adalah infeksi yang ditularkan diantara hewan vertebrata dan manusia atau sebaliknya. Zoonosis mendapat perhatian secara global dalam beberapa tahun terakhir baik mengenai epidemiologi, mekanisme transmisi penyakit dari hewan ke manusia, Beberapa yang paling penting dan terkenal zoonosis manusia disebabkan oleh worm atau parasit cacing, termasuk spesies nematoda (trichinellosis), cestoda (cysticercosis, echinococcosis) dan trematoda (schistosomiasis) (Ekong, 2012) Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 meter. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan, dan sistem peredaran darah. Keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan orga yang diserang. Sedangkan cestoda disebut juga sebagai cacing pita, karena bentuknya pipih panjang seperti pita. Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya, sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang perantara cestoda adalah sapi pada taenia saginata dan babi pada taenia solium. Trematoda atau disebut juga Cacing Isap adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Platyhelminthes. Jenis cacing Trematoda hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia, tubuhnya dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya. Contoh anggota Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing ini hidup di hati ternak kambing, biri-biri, sapi, dan kerbau (Gatot, 2003) 1.2. Tujuan Dengan mempelajari mengenai zoonosis yang disebabkan oleh cacing, kita dapat mengetahui efek yang ditimbulkan oleh cacing terhadap kesehatan manusia dan hewan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Infeksi zoonosis dapat didefinisikan sebagai infeksi dari hewan yang secara alami menular ke manusia atau sebaliknya. Infeksi zoonosis adalah yang paling umum di dunia dan bertanggung jawab untuk > 60 persen dari semua penyakit menular ke manusia. Infeksi pada manusia yang disebabkan oleh zoonosis cacing yang diakibatkan dari memakan makanan, Makanan ini berupa daging yang mengandung parasit (taeniasis), ikan (diphyllobothriasis, Diplogonorus granidis, clonorchiasis, anisakiasis), invertebrata (paragonimiasis, angiostrogyliasis) atau konsumsi dari tahap infeksi dari cacing dengan tanah yang terkontaminasi (toxocariasis, hidatidosa), air atau salad (fascioliasis, fasciolopsiasis, hidatidosa, toxocariasis), kontak kulit dengan tanah / air yang mengandung larva infektif aktif dan penetrasi kulit berikutnya (larva migrans kulit, dermatitis cercarial) terkontaminasi dari kontak langsung hewan (hidatidosa, toxocariasis) atau melalui vektor serangga / host intermediate yang terkonsumsi atau gigitan oleh nyamuk (dirofilariasis) Prevalensi infeksi cacing zoonosis pada manusia di wilayah manapun secara langsung berhubungan dengan prevalensi infeksi dalam populasi hewan di wilayah itu. Sebuah studi yang dilakukan di Anse-la-Raye, St Lucia untuk memperkirakan prevalensi dan simptomatologi toxocariasis pediatrik tercatat 86% dari prevalensi Toxocara canis pada anak-anak meskipun prevalensi infeksi pada anjing rendah tapi tinggi di masyarakat. Prevalensi fascioliasis Bovine tercatat 9,2-16,9% dilaporkan dari studi 5 tahun pengamatan kasus helminthosis pada sapi diperoleh pada klinik rawat jalan Fulani di Zaria, Nigeria Infeksi merupakan ancaman kesehatan yang signifikan bagi manusia. Prevalensi Ascaris, cacing tambang (Ancylostoma), Strongyloides adalah dari studi yang dilakukan ditemukan risiko tinggi terjadi pada kelompok usia 6-19 tahun (46,8%) dan 20 - 60 tahun (41,2%) dibandingkan dengan usia 0 - 5 tahun (21,5%). Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan dan paparan faktor risiko lebih tinggi di antara kelompok usia ini. Nilai ini diperoleh antara usia 0 - 5 tahun adalah sama dengan temuan dari sebuah penelitian yang dilakukan antara anak-anak di negara bagian Minas Gerais di mana prevalensi 26,9% dilaporkan antara usia 0 - 5 tahun dan 21,2% dalam 5 - 10 tahun. Juga mirip dengan laporan dari sebuah penelitian yang dilakukan antara anak-anak sekolah dari Ota, Ogun negara Nigeria. Dan risiko infeksi lebih tinggi terjadi pada perempuan di bandingkan pada pria, kemungkinan disebabkan karena fakta bahwa perempuan terlibat dalam kegiatan pertanian yang lebih dari pada rekan pria Risiko terinfeksinya di kalangan petani lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain mungkin dikarenakan fakta bahwa petani lebih rentan kontak dengan sumber infeksi yang meliputi paparan hewan dan tanah yang berfungsi sebagai reservoir infeksi.(Ekong dkk, 2012) 2.2. Faktor risiko dari zoonosis cacing Pada manusia Positif dari zoonosis cacing tergantung dengan karakteristik demografi populasi manusia. Kemungkinan infeksi zoonosis cacing secara signifikan lebih tinggi di antara usia 6-19 tahun dan 20 - 60 tahun dibandingkan dengan usia 1 - 5 tahun. Kemungkinan infeksi secara signifikan lebih tinggi di pinggiran kota dan perkotaan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari masyarakat pedesaan. Hal ini juga secara signifikan lebih tinggi terjadi selama musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. Di antara berbagai jenis pekerjaan, petani berada pada risiko tinggi terpapar infeksi cacing.(Ekong dkk, 2012) Zoonosis cacing 2.3. Jenis cacing yang menginfeksi A. Cysticercosis Cysticercosis adalah systemic parasitic infestation yang disebabkan oleh cacing pita babi. Gejala-gejala dari penyakit ini disebabkan oleh pengembangan dari kista-kista berkarakteristik (cysticerci) yang paling sering mempengaruhi sistim syaraf pusat (neurocysticercosis), otot kerangka, mata-mata, dan kulit. Banyak individu-individu dengan cysticercosis tidak pernah mengalami gejala-gejala (asymptomatic). Cacing pita (tapeworm) menyebabkan cysticercosis adalah endemic pada banyak bagian-bagian dari dunia yang sedang berkembang, termasuk America latin, Asia, dan Africa. Kejadian dari cysticercosis telah meningkat di Amerika yang disebabkan oleh imigrasi yang meningkat dari negara-negara yang sedang berkembang, dan diperkirakan bahwa kira-kira 1000 kasus-kasus baru dari cysticercosis didiagnosa setiap tahun di Amerika. . Penyebab Cysticercosis Cysticercosis disebabkan oleh penebaran dari bentuk larva dari cacing pita babi, Taenia solium. Jika telur-telur dari Taenia solium dimakan oleh manusia, telur-telur cacing pita menetas dan embrio-embrio menembus dinding usus dan mencapai aliran darah. Penularan Cysticercosis Jika manusia memakan daging babi mentah atau kurang matang yang terinfeksi, siklus kehidupan dari cacing pita menjadi komplit dan siklus berlanjut. Cysticercosis pada manusia berkembang setelah manusia memakan telur-telur Taenia solium. Telur-telur yang tersebar via makanan, air, atau permukaan-permukaan yang terkontaminasi dengan feces yang terinfeksi dan seringkali telur-telur tersebar dari tangan-tangan penjual-penjual makanan yang terinfeksi yang tidak membersihkan tangan atau dari makanan-makanan yang diberi pupuk/diirigasi dengan air yang mengandung feces manusia yang terinfeksi. (Yadi, 2008) B. Trichinosis Trichinellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh larva cacing Trichinela spiralis. Cacing dewasanya hidup dalam usus mamalia dan larvanya dalam jaringan otot hospes yang sama. Hewan yang rentan adalah babi, tikus, beruang dan manusia, sapi dan domba Siklus Hidup Bila larva yang infektif termakan oleh hewan atau manusia, kapsul kistanya akan lepas di usus halus. Larva yang terlepas akan masuk keselaput lendir usus dan menjadi dewasa setelah 2 hari. Cacing yang sudah dewasa kelamin itu keluar dari selaput lendir dan masuk kelumen usus dimana terjadi perkawinan. Setelah kawin yang jantan segera mati dan yang betina setelah pembuahan masuk ke mukosa usus sampai kesaluran limfe dan mengeluarkan larva. Larva akan mengikuti aliran limfe terus keductus thoracicus yang kemudian mengikuti aliran darah dan sesudah melewati paru-paru terus tersebar ke otot badan. Otot-otot yang banyak mengandung larva adalah diafragma, lidah, laring, mata, abdominalis dan intercostae. Larva yang sudah mencapai otot ini mengubur diri dengan arah sejajar dengan serabut otot, kemudian melingkar dan mengkista pada hari ke tujuh. Setelah 30 hari larva berukuran 0,8-1 mm dan melingkar menyerupai huruf S didalam kista, lama kelamaan terjadi pengapuran. Cara Penularan Babi terinfeksi akibat makan tikus yang menderita trichinosis dan tinja tikus dapat menginfektif apabila tikus makan daging yang mengkista dan larvanya dikeluarkan dalam keadaan tidak tercerna. Selain itu babi juga dapat sebagai sumber infeksi bagi babi lain. Babi tertular biasanya bila termakan makanan yang tercemar yang mengandung lava infektif. Gejala klinis Gejala klinis ditimbulkan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: Jumlah cacing, umur hewan, otot yang diserang dan daya tahan tubuh hewan. Gejala yang patogenitas adanya larva pada alat-alat pernapasan yang dapat melumpuhkan alat pernapasan. Gejala pada manusia adalah diare, sakit otot, suara parau, oedema pada dahi dan tuli. Cacing dewasa pada usus dapat menimbulkan iritasi dan menyebabkan enteritis, penyakit ini bersifat zoonosis, berbahaya bagi manusia yang memakan daging babi. (Santoso, 2010) BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Zoonosis adalah infeksi yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dimana infeksi ini sangat berpengaruh besar dalam kesehatan manusia dan ternak. Infeksi zoonosis adalah yang paling umum di dunia dan bertanggung jawab untuk > 60 persen dari semua penyakit menular ke manusia dan prevalensi infeksi cacing zoonosis pada manusia di wilayah manapun secara langsung berhubungan dengan prevalensi infeksi dalam populasi hewan di wilayah tersebut. 3.2 Saran Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis, demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya. DAFTAR KEPUSTAKAAN Ashadi, Gatot. (2003). Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Ekong, Pius S. dkk. (2012). Prevalence and risk factors for zoonotic helminth infection among humans and animals. Jos, Nigeria. Santoso, T. B. (2010). Trichinosis. http://health.detik.com/read/trichinosis. Yadi, H. (2008). Cysticercosis. http://www.totalkesehatananda.com /cysticercosis1.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar