Rabu, 11 Januari 2017

SALMONELLA dan FOODBORNE DISEASE


PENDAHULUAN Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh bakteri yang berasal dari makanan disebut foodborne disease (Adawyah, 2007). Foodborne disease merupakan penyakit yang diakibatkan karena mengkonsumsi makanan siap saji yang tercemar mikroba patogen (Riemann dan Bryan, 1979). Lebih dari 90 % kejadian penyakit pada manusia disebabkan mengkonsumsi makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti Salmonella sp dan Shigella sp (Winarno, 1997). Sedangkan menurut Yuliarti (2008) tercatat ada 60 persen kasus keracunan di negara maju, akibat dari penanganan makanan yang tidak baik dan kontaminasi bakteri pada makanan di tempat penjualan. Selanjutnya Suriawiria (1986) menyatakan bahwa keracunan makanan akibat bakteri dapat terjadi pada kondisi higiene yang rendah dan biasa menyebabkan diare dan rasa nyeri pada perut, terjadi dalam beberapa jam setelah makanan yang tercemar oleh bakteri Salmonella sp. Salmonella sp Morfologi Salmonella adalah jenis bakteri yang ada didalam sistem pencernaan binatang, unggas, reptil, serangga dan manusia. Salmonella sp berbentuk batang, tidak berspora, Gram negatif, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm, ukuran koloni rata-rata 2-4 mm, dapat tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 oC, suhu pertumbuhan optimum 37,5 oC dan Salmonella sp mati pada suhu 56 oC, pH pertumbuhannya 6-8. Di dalam air bakteri ini dapat hidup selama 4 minggu, dalam tanah selama 12 bulan dan di dalam rumput-rumput selama 7 bulan (Jawetz. dkk. 1996). Salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah tipus. Bakteri salmonella biasa berpindah dengan cara cross contamination. Maksudnya, apabila masakan atau alat yang mengandung bakteri salmonella bersentuhan dengan masakan atau alat lain, maka masakan atau alat tersebut akan mengandung bakteri salmonella. Sebenarnya, bakteri ini tidak biasa masuk ke dalam telur. Bakteri ini biasa mengkontaminasi telur apabila cangkang dan membran telur, yang melindungi kuning telur satu-satunya tempat pada telur yang di mana bakteri ini biasa hidup rusak atau pecah. Bakteri dari genus Salmonella sp merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk kedalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis (Supardi dan Sukamto, 1999). Salmonella sp dapat ditemukan di udara, air, tanah, tinja manusia maupun hewan. Sumber bakteri Salmonella sp biasanya terdapat pada unggas (burung, ayam, angsa, bebek, kalkun), daging babi, binatang laut, telur dan susu (Anonimus, 2008a). Fase pertumbuhan bakteri dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu: (1) Fase lag: pada fase ini tidak terjadi pertambahan populasi karena bakteri belum berkembang biak ada bakteri yang mati karena menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Aktivitas metabolisme tinggi, sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi intraselluler bertambah. Pada umumnya fase lag berlangsung selama 2 jam. (2) fase log (fase pembelahan): pada fase ini terjadi pertumbuhan maksimal, dimana jumlah bakteri menjadi 2 kali lipat, pada kebanyakan bakteri fase ini berlangsung 18-24 jam. Keadaan pertumbuhan seimbang (balanced growth) juga terjadi pada fase ini. (3) Fase statis (fase stasioner/fase konstan): pada fase ini terjadi pemupukan jumlah zat beracun, jumlah makanan berkurang, bakteri mulai ada yang mati, sebagian membelah secara lambat sehingga jumlah kuman yang hidup tetap sama. (4) Fase penurunan (fase kematian/death fase), jumlah bakteri hidup berkurang karena sel mati lebih banyak dibanding sel yang terbentuk. Karena keadaan lingkungan sangat buruk pada beberapa jenis bakteri akan menyebabkan timbulnya bentuk yang abnormal (Anonimus, 2004). Infeksi bakteri Salmonella sp pada manusia disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman tercemar oleh bakteri tersebut. Makanan yang biasanya tercemar meliputi susu, telur, daging panggang dan ikan panggang yang diperdagangkan (Pelczar dan Chan, 1988). Infeksi Salmonella sp sering terjadi pada musim panas karena bakteri ini berkembang biak pada suhu hangat. Terlebih lagi apabila bakteri tersebut berkembang pada jenis makanan tertentu yang rawan terhadap Salmonella, yaitu makanan yang mengandung protein tinggi (Anonimus, 2008a). Gejala yang timbul akibat infeksi bakteri tersebut yaitu mual dan muntah yang mereda dalam beberapa jam, diikuti dengan nyeri abdomen dan demam. Diare merupakan gejala yang paling menonjol, pada kasus berat dapat berupa diare yang bercampur darah. Penderita sering sekali sembuh dengan sendirinya dalam waktu 1-5 hari, tetapi pada kasus berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Infeksi bakteri Salmonella sp pada manusia juga dapat menyebabkan gastroenteritis, deman typoid, bakterimia-septikemia (Jawetz. dkk. 1996). Bakteri Salmonella sp akan mati jika makanan dimasak hingga matang. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap bakteri tersebut maka makanan yang sudah dimasak harus ditutup agar terhindar dari hinggapan lalat dan debu, juga dihindari kontak langsung bagi penderita yang bersifat carrier dengan makanan yang disajikan, hal ini disebabkan karena Salmonella sp dapat terkontaminasi melalui tangan penderita. Oleh karena itu sebaiknya mencuci tangan dengan teliti sebelum menyiapkan makanan (Anonimus, 2006a). Bakteri Salmonella sp peka terhadap panas dan akan terbunuh dengan pemanasan yang merata (di atas 70 °C). Sumber utama infeksi bakteri ini adalah makanan mentah dan kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi. Oleh karena itu, proses pengolahan dengan benar dan penanganan makanan secara higienis dapat mencegah infeksi Salmonella sp (Anonimus, 2008b). Untuk menghindari masuknya bakteri salmonella, banyak cara yang digunakan. Salah satu adalah : 1. Selalu Digunakan Alat - Alat Yang Bersih (steril). 2. Cuci Alat Sebelum Dan Sesudah digunakan. 3. Suhu tempat penyimpanan dan pemasakan juga berpengaruh pada pertumbuhan bakteri. Karena itu, jika memasak telur di pastikan suhunya mencapai 160 derajat F. Sumber kontaminan bisa juga berasal dari lingkungan, udara, tanah, air, peralatan, pekerja, serangga, lalat, tikus, kecoa. Udara sekitar ruang pengolahan sering terkontaminasi mikroba yang berasal dari debu dan bisa juga dari udara yang dikeluarkan oleh penderita penyakit saluran pernapasan. Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau, talenan dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminan (Buckle, dkk., 1985). S. typhi dan bakteri paratyphoid biasanya menyebabkan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) dan menimbulkan demam tifoid atau demam seperti tifoid pada manusia. Bentuk-bentuk salmonellosis yang lain umumnya menimbulkan gejala yang lebih ringan. Gejala akut – Mual, muntah, kram perut, diare, demam, dan sakit kepala. Akibat kronik – gejala arthritis (radang sendi) mungkin muncul 3-4 minggu setelah dimulainya gejala akut. Waktu dimulainya gejala – 6-48 jam setelah infeksi. Dosis infektif – hanya 15-20 sel; tergantung pada usia dan kesehatan korban, serta perbedaan antara strain-strain yang ada. Lamanya gejala – Gejala akut dapat berlangsung selama 1 hingga 2 hari atau lebih lama, sekali lagi bergantung pada faktor-faktor kesehatan korban, dosis yang ditelan, dan karakteristik strain. Penyebab penyakit – Masuknya organisme Salmonella dari rongga perut ke dalam sel epithelium usus halus di mana kemudian terjadi peradangan; ada bukti bahwa enterotoksin juga diproduksi, mungkin di dalam enterocyte. Diagnosis Melalui identifikasi serologis terhadap biakan yang diisolasi dari kotoran. Makanan Terkait Daging mentah, daging unggas, telur, susu dan produk susu, ikan, udang, kaki katak, ragi, saus salad, campuran kue, hidangan penutup dengan isi dan lapisan krim, gelatin kering, mentega kacang, dan coklat. Berbagai spesies Salmonella sejak lama diisolasi dari bagian luar kulit telur. Keadaan menjadi kompleks dengan ditemukannya S. enteritidis di dalam kuning telur. Informasi ini dan informasi lainnya menjadi bukti kuat terjadinya penularan secara vertikal, yaitu masuknya organisme ini ke dalam kuning telur sebelum kulit telur terbentuk oleh ayam petelur yang terinfeksi. Makanan selain telur juga pernah menyebabkan kasus penyakit S. enteritidis. Pencegahan Salmonella peka terhadap panas dan akan terbunuh dengan pemanasan yang merata (di atas 70°C). Sumber utama infeksi bakteri ini adalah makanan mentah, makanan yang kurang matang dan kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi (misalnya alas pemotong). Karena itu, pemasakan dengan benar dan penanganan makanan secara higienis dapat mencegah infeksi Salmonella. Komplikasi S. typhi dan S. paratyphi A, B, dan C menimbulkan demam tifoid dan demam seperti tifoid pada manusia. Banyak organ yang dapat terinfeksi, menghasilkan lesi/cacat pada permukaan organ. Tingkat kematian karena demam tifoid adalah 10%, sedangkan tingkat kematian pada kebanyakan salmonellosis sebesar 1%. Tingkat kematian oleh S. dublin sebesar 15% apabila terjadi septicemia pada orang tua, dan tingkat kematian oleh S. enteritidis sebesar kira-kira 3.6% dalam kasus-kasus di rumah sakit/rumah perawatan, dengan korban utama orang-orang tua. Septicemia karena Salmonella terkait dengan infeksi lanjutan pada semua sistem organ. Postenteritis reactive arthritis (radang sendi sebagai reaksi terhadap infeksi pada saluran pencernaan) dan Reiter's syndrome (rematik sistemik, yang selain menyerang persendian, juga menyerang organ lain), dilaporkan terjadi umumnya 3 minggu setelah infeksi. Artritis reaktif dapat terjadi dengan frekuensi 2% dari kasus yang terbukti melalui pembiakan bakteri. Artritis septis (radang sendi karena infeksi bakteri) juga terjadi setelah atau bersamaan dengan septicemia, dan perawatannya mungkin sulit. Populasi Rentan Semua kelompok umur rentan terhadap penyakit ini, tetapi gejala paling parah terjadi pada orang tua, bayi, dan orang yang sistem kekebalannya lemah. Pasien penderita AIDS sering menderita salmonellosis (20 kali lebih sering daripada populasi pada umumnya) dan terjadi berulang kali. Infeksi salmonella sering terjadi pada musim panas karena bakteri ini berkembang biak pada suhu hangat. Sumber utama penyebab infeksi salmonella adalah bahan makanan yang tidak dipanaskan secara baik seperti ayam, telur, daging atau susu. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Salmonellosis adalah: • Penggunaan bahan makanan mentah yang sudah terkontaminasi atau mengandung salmonella. • Kontaminasi silang misalnya penggunaan pisau untuk ayam mentah tanpa dicuci dahulu sama dengan untuk memotong ayam matang. • Penyimpanan makanan pada temperatur yang tidak cocok. Suhu udara mulai menghangat mulailah jenis bakteri ini berkembang dengan pesatnya. Terlebih lagi bila ia berkembang pada jenis makanan tertentu yang memang rawan salmonella, yaitu makanan yang mengandung protein tinggi. Bila kondisinya sangat menunjang, bakteri ini akan membelah diri setiap 20 menit sekali, satu bakteri akan berkembang dalam waktu 5 jam menjadi 45.000. Ada sekitar 2300 jenis bakteri salmonella dan yang paling sering ditemui adalah kasus infeksi Salmonella enteriditis yang terdapat pada unggas atau telur ayam. Ada juga Salmonella typhi yang terdapat pada kerang. Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu mikroorganisme, dalam hal ini bakteri Salmonella). Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan infeksi bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian si penderita. Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan infeksi. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan infeksi hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan infeksi. Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala keracunan salmonella pada manusia biasanya baru terdeteksi setelah 5 sampai 36 jam. Keracunan salmonella diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Semakin banyak jumlah bakteri yang terkandung dalam tubuh, semakin terancam jiwa penderita. Penderita infeksi Salmonella yang sudah terlalu banyak mengeluarkan cairan dapat terancam jiwanya akibat kekurangan cairan (dehidrasi) yang berlebihan. Hal ini lebih berbahaya lagi bagi anak-anak atau orang tua yang daya tahan tubuhnya lemah. Bila sudah nampak tanda-tanda keracunan salmonella penderita harus segera dibawa ke dokter. Untuk menghindari penularan infeksi Salmonella, sisa kotoran, urin atau muntahan penderita harus dibuang dengan hati-hati. Sebab dari disinilah penularan dapat terjadi. Sisa makanan yang diduga menyebabkan infeksi harus segera dibuang dan jangan sampai bercampur dengan makanan lain. Piring, pisau maupun alat dapur lain yang tersentuh makanan yang diduga mengandung Salmonella harus dicuci dengan air panas atau direbus agar bakteri mati. Salmonella adalah bakteri yang termasuk mikroorganisme yang amat kecil dan tidak terlihat mata. Selain itu bakteri ini tidak meninggalkan bau maupun rasa apapun pada makanan. Kecuali jika bahan makanan (daging ayam) mengandung Salmonella dalam jumlah besar, barulah terjadi perubahan warna dan bau (merah muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk). Biasanya bakteri dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Salmonella bisa terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia maupun hewan atau makanan hewan. Sumber bakteri Salmonella biasanya terdapat pada unggas (ayam, bebek, kalkun), daging babi, binatang laut, telur dan susu. Bahan makanan hewani yang paling sering berperan sebagai sumber penularan Salmonella adalah unggas. Unggas yang terinfeksi Salmonella bisa menyebarkan bibit bakteri melalui daging, telur baik pada kulit maupun isi telur. Telur yang pecah atau retak lebih peka Salmonella daripada yang utuh. Proses penularan dapat juga terjadi pada saat penyembelihan, dimana unggas atau ternak yang sehat tertular oleh unggas atau ternak yang sakit. Tidak tertutup kemungkinan penularan terjadi pada saat proses penyembelihan sampai menjadi ayam potong. Pekerja rumah potong ayam yang menderita Salmonellosis seperti penderita Typhus dapat menyebarkan kuman ke ayam atau daging mentah (Anonimus 2008). Di Jerman, daging atau susu boleh dikatakan sudah bebas salmonella. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi unggas atau telur. Yang sangat sering sekali terjadi adalah keracunan Salmonella dari makanan yang mengandung telur mentah (tidak diolah), seperti mayonaise, es krim dan pudding. Bila makanan yang mengandung telur mentah tidak disimpan secara baik (tidak didinginkan, sudah disimpan terlalu lama atau tidak dipanaskan sama sekali) besar kemungkinan Salmonella akan berkembang biak dengan pesat. Mayonaise biasanya sudah bersifat asam (pH dibawah 4, Salmonella hidup pada pH 4-9). Pada Mayonaise ditambahkan asam asetat sebagai cuka. asam asetat pada mayonaise akan membunuh salmonella. Setiap telur segar belum tentu mengandung Salmonella. Tetapi bila telur segar atau makanan yang mengandung telur mentah dibiarkan pada suhu ruang dalam beberapa hari, barulah bakteri ini dapat berkembang dan membahayakan tubuh manusia (Anonimus 2009). Untuk menghindari bahaya Salmonella di Jerman sejak tahun 1994 telur yang tidak didinginkan tidak boleh lebih dari 18 hari dipasarkan. Dan untuk bahan makanan yang mengandung telur mentah juga terdapat peraturan-perturan ketat. Mungkin itulah sebabnya setelah peraturan ini berlaku angka penderita infeksi salmonella di Jerman menurun secara drastis. Walaupun demikian kita di Jerman tidak bisa meremehkan bahaya bakteri ini. Pendinginan makanan dalam lemari es tidak membunuh bakteri Salmonella. Bakteri ini dalam suhu dingin (< 8°C) hanya berhenti memperbanyak dirinya (inaktiv). Salmonella dapat berkembang biak pada suhu antara 8 derajat sampai 70°C. Diatas 70°C Salmonella akan mati. Oleh sebab itu ayam, daging ikan atau telur harus dimasak dengan baik sampai betul-betul matang. Bakteri yang ada dalam daging baru dapat mati bila air daging sudah tidak lagi berwarna merah atau daging dimasak sampai mendidih/masak setidaknya selama 10 menit. Makanan yang telah masak jangan terlalu lama disimpan dalam kulkas. Sebelum dimakan kembali hangatkan terlebih dahulu. Makanan yang mudah rusak seperti daging mentah (terutama daging cincang), daging unggas, ikan, telur, makanan yang mengadung telur mentah (creme, salad, mayonaise, es krim, pudding, dll.) harus segera mungkin didinginkan atau dibekukan dalam lemari es. Untuk daging cincang usahakan segera diolah pada hari dibeli. Jaga higienis dapur saat anda memasak. Bila mencairkan ayam atau daging beku, segera buang air dan pembungkusnya. Untuk menghindari kontaminasi silang, cuci bersih benda-benda yang terkena air tersebut (pisau, tangan, alas memotong dll.). Simpan ayam dan daging yang belum beku secara terpisah dari bahan makanan lain (Anonimus 2009). DAFTAR KEPUSTAKAAN Adawyah, R. (2007). Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta. Anonimus. (2004). Buku Ajar Mikrobiologi. Tim Mikrobiologi FKH Unsyiah. Banda Aceh. Anonimus. (2008a). Tehnologi Pengawetan Ikan. http://bisnisukm.com/teknologi-pengawetan-ikan.html. 20 Juli 2009 Anonimus. (2008b). Salmonella sp. http://www.food-info.net/id/bact/salm.htm. 21 Juli 2009 Anonimus. (2009). Salmonella. http:/www.kharisma.de./education Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Woton (1985). Ilmu Pangan, Universitas Indonesia. Press, Jakarta (terjemahan) Jawetz, E., J. L. Melnick dan E. A. Adelberg, (1996). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran. EGM. Jakarta (terjemahan) Riemann, H., dan F.L. Bryan, (1979). Foodborne Infection and Intoxication. 2nd edition, Academic Press, Inc., San Diego. Suriawiria, U., (1986). Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Secara Biologi. Penerbit Alumni. Bandung. Winarno, F.G., (1997). Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Yuliarti. D.R., (2008). Waspada Bakteri Pencemaran Makanan. http://radar-bogor.co.id/?ar id=NDA2MQ==&click=MQ. 20 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar