Minggu, 01 Januari 2017

MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau bahan pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan membahayakan kesehatan manusia. Tanpa jaminan keamanan, pangan atau bahan pangan akan sukar diperdagangkan, bahkan dapat ditolak.Salah satu konsep jaminan keamanan pangan adalah sistem keamanan pangan dari kandang hingga piring konsumen. (Soejitno, 2002) Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat, selain itu pangan merupakan komoditi dagang yang sangat berperan dalam kehidupan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya karena cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. (Gorris, 2005.) Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan telah menjadi salah satu isu sentral dalam perdagangan produk pangan. Penyediaan pangan yang cukup disertai dengan terjaminnya keamanan, mutu dan gizi pangan untuk dikonsumsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tuntutan konsumen akan keamanan pangan juga turut mendorong kesadaran produsen menuju iklim persaingan sehat yang berhulu pada jaminan keamanan bagi konsumen. (Soejitno, 2002) Secara umum Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat diakibatkan oleh bahaya biologi dan kimia. Keamanan pangan merupakan hal yang penting dari ilmu sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak tidak langsung berhubungan dengan suplay makanan manusia dan berita di media massa dari tahun ketahun semakin menggugah kesadaran akan rapuhnya kondisi keamanan sulpy pangan. Sangat sering diinformasikan bahwa beberapa macam komponen makanan misalnya zat pewarna sintetis, bahan pengawet, pemanis buatan dan lain sebagainya yang mengancam kesehatan konsumen. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mutu dan Keamanan Makanan Makanan bermutu adalah makanan yang dipilih, dipersiapkan, dan disajikan dengan cara sedemikian rupa sehingga tetap terjaga nilai gizinya, dapat diterima, serta aman dikonsumsi secara mikrobiologi dan kimiawi. PP Nomor 28 tahun 2004 menyatakan bahwa mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Kelayakan pangan adalah kondisi pangan yang tidak mengalami kerusakan, kebusukan, menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan kebutuhan masyarakat, karena diharapkan melalui makanan yang aman, masyarakat akan terlindungi dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. (Nurlaela, 2011) 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Makanan Menurut Anwar 2004, pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun. Beberapa faktor yang menyebabkan makanan menjadi tidak aman adalah : 1. Kontaminasi. Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu : a. Kontaminasi mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan. b. Kontaminasi fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran lainnya. c. Kontaminasi kimia seperti pupuk, pestisida, merkuri, arsen, cyianida dan sebagainya. d. Kontaminasi radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radio aktif, sinar cosmis dan sebagainya. Terjadinya kontaminasi dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu : a. Kontaminasi langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh, potongan rambut masuk ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna kain dan sebagainya. b. Kontaminasi silang (cross contamination) yaitu kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contohnya, makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya piring, mangkok, pisau atau talenan. c. Kontaminasi ulang (recontamination) yaitu kontaminasi yang terjadi terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh, nasi yang tercemar dengan debu atau lalat karena tidak ditutup. 2. Keracunan Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi makanan. Keracunan dapat terjadi karena : a. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, umbi gadung atau umbi racun lainnya. b. Infeksi mikroba, yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera, diare, disentri. c. Racun/toksin, mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan (lethal dose). d. Zat kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan. e. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan. (Nurlaela, 2011) 2.3. Mempersiapkan pangan siap santap Walaupun bahaya yang timbul saat mempersiapkan makanan relatif kecil, kasus keracunan makanan dapat terjadi karena kesalahan dalam mempersiapkan makanan tersebut. Masih banyak masyarakat yang kurang memerhatikan kebersihan dapur karena kesadaran dan pemahaman akan keamanan pangan masih rendah. Walaupun bahan pangan yang digunakan cukup baik dan sehat, perilaku yang salah dalam mempersiapkan pangan akan mempengaruhi keamanan pangan (Griffith 2003). Kasus tersebut sebenarnya dapat dicegah bila beberapa hal yang sederhana tetapi mendasar diperhatikan pada saat mempersiapkan makanan untuk disantap. Pada tahun 1990, WHO mengeluarkan anjuran atau aturan cara mempersiapkan pangan yang aman, yang intinya adalah menghindarkan makanan dari kontaminasi mikroba patogen dan mencegah mikroba berkembang biak (FOODHACCP 2005). Anjuran yang disebut The ten golden rules for safe food preparation berisi sepuluh anjuran dalam mempersiapkan makanan yang aman untuk disantap, yaitu: 1. Memasak makanan secara merata dengan suhu minimum 70oC. Makanan beku sebaiknya dicairkan terlebih dahulu agar pemasakan dapat sempurna. 2. Segera mengonsumsi makanan setelah dimasak. Apabila makanan terpaksa dipersiapkan sebelumnya (4−5 jam lebih awal), makanan disimpan panas pada suhu 60oC atau disimpan dingin pada suhu sekitar 10oC. 3. Tidak menyimpan makanan yang masih panas dalam jumlah banyak dalam pendingin karena bagian tengah makanan tidak dapat menjadi dingin sehingga mikroba tetap dapat berkembang biak. 4. Memanaskan kembali makanan olahan atau makanan yang disimpan karena penyimpanan hanya menghambat pertumbuhan bakteri, tidak mematikan bakteri. 5. Menghindarkan kontak antara makanan mentah dengan makanan yang sudah diolah dan peralatan yang digunakan. Misalnya pisau untuk memotong daging mentah tidak digunakan untuk memotong daging yang sudah diolah secara bersamaan. 6. Mencuci tangan sebelum mengolah makanan dan setiap ganti tahapan, terutama setelah mempersiapkan daging atau ayam mentah, dan hendak mempersiapkan makanan yang lain. Juga apabila proses pengolahan harus terhenti karena pekerjaan yang lain. 7. Menghindarkan makanan dari serangga, tikus atau hewan lain yang kemungkinan membawa penyakit yang berbahaya. Pangan atau makanan sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup. 8. Tidak mencampur dan mengolah sisa makanan dengan makanan yang baru terutama bahan pangan asal ternak, karena dapat menjadi sumber mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. 9. Membeli bahan pangan yang segar. Bahan pangan asal ternak yang dijual tanpa fasilitas pendingin mudah tercemar oleh mikroba pembusuk. Apabila tidak memungkinkan membeli produk segar, sebaiknya membeli produk yang sudah diolah. 10. Mempergunakan air bersih untuk mengolah makanan. Air untuk mengolah makanan sama pentingnya dengan air untuk minum. Air yang tercemar akan menyebabkan makanan yang diolah juga tercemar. Walau sepuluh anjuran tersebut ditujukan untuk mempersiapkan semua jenis makanan, apabila diperhatikan terutama sangat penting dalam mempersiapkan makanan dari bahan pangan asal ternak. Agar anjuran dalam kesepuluh golden rules tersebut mudah dipahami oleh konsumen dan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, WHO membuatnya lebih ringkas menjadi five keys to safe food (lima kunci untuk keamanan pangan). WHO juga menuangkannya dalam bentuk poster agar mudah dimengerti oleh masyarakat konsumen terutama yang mempersiapkan makanan di dapur. Lima kunci keamanan pangan tersebut memuat pokok aturan yang intinya ada dalam golden rules. Poster tersebut telah diterjemahkan dalam 25 bahasa termasuk bahasa Indonesia (Food Agriculture Organization/World Health Organization 2004). Kelima kunci tersebut adalah: 1) menjaga kebersihan, 2) memisahkan pangan mentah dan pangan matang, 3) memasak makanan dengan benar, 4) menjaga pangan pada suhu aman, dan 5) menggunakan air dan bahan baku yang aman. 2.4. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) HACCP atau Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya, tindakan-tindakan pengendalian dalam proses persiapan makanan, dimana pengendalian penting dalam memastikan keamanan pangan.5 Pengertian lain HACCP adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengedalian proses pengolahan makanan. Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain, prosedur, proses atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah dari penerapan HACCP adalah meningkatkan keamanan makanan, keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi cepat dalam mengatasi masalah produksi yang timbul. Penerapan HACCP juga membantu tugas pengawasan rutin oleh pemerintah dan memfokuskan pengawasan pada makanan yang berisiko tinggi bagi kesehatan dan meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan lokal maupun internasional. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan (food chain) mulai dari produsen primer sampai produsen akhir. Untuk itu, HACCP perlu dipahami oleh pengusaha dan industri makanan tak terkecuali rumah sakit dan para pejabat pemerintah. Secara garis besar menurut Badan Standardisasi Nasional tentang HACCP serta pedoman penerapannya, bahwa dalam pelaksanaan HACCP ada 7 prinsip, di antaranya : 1. Mengidentifikasi bahaya atau ancaman Merupakan upaya untuk mengkaji seberapa jauh akibat dan risiko yang akan ditimbulkan oleh ancaman tersebut. Pada tahap ini, perlu mempelajari jenis-jenis mikroba makanan , bahan-bahan kimia yang berbahaya dan benda-benda asing yang membahayakan konsumen. Perlu dipertimbangkan pada prinsip ini adalah bahan mentah, bahan baku dan parameter yang mempengaruhi keamanan pangan. Disamping itu, pembuatan diagram alir dalam penanganan pangan mulai dari bahan mentah hingga makanan tersebut siap dikonsumsi akan sangat membantu dalam mengidentifikasi bahaya. 2. Menentukan titik pengendalian kritis (CCP= Critical Control Point ) Pada tahap ini, diagram alir sudah tersedia, sehingga tim pengendali akan mengenali titik-titik yang berpotensi menimbulkan kontaminasi dengan menghilangkan atau mengurangi bahaya yang dapat terjadi. 3. Menetapkan batas kritis dan spesifikasi batas kritis. Titik-titik pengendali kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah/baku, lokasi, tahapan pengolahan, serta praktek atau prosedur kerja yang sangat spesifik. Dari titik pengendali kritis tersebut kemudian ditentukan batas kritis. Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima. 4. Melakukan penyusunan sistem pemantauan Penyusunan sistem pemantauan ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang masing-masing bahan pangan, serta tahap dan prosedur yang disusun untuk meyakinkan bahwa proses berlangsung secara terkendali. 5. Melakukan tindakan perbaikan Tindakan ini dilakukan bila kriteria yang ditetapkan tidak tercapai, serta situasi berada pada kondisi “di luar pengendalian“. Oleh karena itu, harus segera diperbaiki sehingga tindak lanjut yang tepat dalam proses produksi akan diambil. 6. Menetapkan prosedur verifikasi Prosedur verifikasi dan pengujian mencakup pengambilan contoh secara acak dan hasil analisanya dapat dipergunakan untuk menentukan apabila system HACCP telah bekerja dengan benar. 7. Mencatat dan mendokumentasikan Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP. Dokumen yang akurat dapat menjadi dasar dan ukuran dalam prosedur yang bersangkutan. (Nurlaela, 2011) 2.5. Jaminan Keamanan Pangan Sebagai jaminan bahwa pangan memenuhi persyaratan konsumen baik dari segi mutu maupun keamanannya, diperlukan suatu standar pangan. Pada tahun 1962, FAO dan WHO mendirikan CAC. CAC dibentuk untuk melindungi kesehatan masyarakat sebagai konsumen serta menjamin praktek yang jujur dan bertanggung jawab serta tidak saling merugikan dalam perdagangan pangan baik internasional maupun nasional. Perdagangan pangan secara global yang makin meningkat juga telah menyebabkan tuntutan akan jaminan keamanan pangan yang makin tinggi sehingga perlu ada perjanjian perdagangan yang berkaitan dengan keamanan pangan secara global untuk menjamin perdagangan yang jujur. Pada awal berdirinya, CAC hanya beranggotakan 38 negara, namun kemudian berkembang menjadi 169 negara (Erniningsih 2004). Codex Alimentarius berasal dari bahasa Latin yang berarti food code atau food standard, karena memang Codex Alimentarius berarti kumpulan standar pangan. Codex Alimentarius sering disingkat dengan Codex saja. Standar Codex meliputi standar pangan (makanan) pokok, makanan yang diproses, pangan setengah proses, dan pangan mentah. Perbedaan peraturan antara satu negara dengan negara lain dapat menjadi hambatan teknis atau hambatan nontarif dalam perdagangan pangan antarnegara. CAC berupaya mengurangi hambatan tersebut dengan mengeluarkan standar yang diharapkan dapat diterima oleh negara-negara yang melakukan perdagangan internasional. Codex Alimentarius Commission terdiri atas beberapa komite, yang dapat digolongkan dalam General Subject Committees dan Commodity Committee. Codex Committee dapat dibentuk atau dibubarkan bila permasalahan keamanan dan standar pangan yang ditangani sudah selesai. Untuk permasalahan keamanan pangan yang mendesak dan kaitannya dengan standar yang harus diselesaikan dalam waktu singkat, dapat dibentuk suatu Task Force, seperti halnya Task Force Good Animal Feeding. Dalam sistem Codex terdapat dua kelompok ahli yaitu Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive dan Joint FAO/WHO Meeting on Pesticides Residue. Kedua kelompok ahli ini banyak memberikan saran pada Codex Committee yang ada (Randell dan Whitehead 1997; Food Agriculture Organization/World Health Organization 2000). General Subject Committees disebut pula horizontal committees karena berkaitan dengan semua komoditas atau bersifat lintas komoditas, dan terdiri atas sembilan komite yaitu : 1. Codex Committee on General Principle (CCGP). 2. Codex Committee on Food Additives and Contaminants (CCFAC). 3. Codex Committee on Food Hygiene (CCFH). 4. Codex Committee on Food Labeling (CCFL). 5. Codex Committee on Methods of Analysis and Sampling (CCMAS). 6. Codex Committee on Pesticides Residues (CCPR). 7. Codex Committee on Residues of Veterinary Drugs in Foods (CCRVDF). 8. Codex Committee on Food Import and Export Inspection and Certification Systems (CCFICS). 9. Codex Committee on Nutrition and Foods for Special Dietary Uses (CCNFSDU). Commodity Committee membawahi beberapa komite yaitu: 1. Codex Committee on Milk and Milk Products. 2. Codex Committee on Fat and Oils. 3. Codex Committe on Meat Hygiene. 4. Codex Committee on Fish and Fishery Products. 5. Codex Committee on Fresh Fruits and Vegetables. 6. Codex Committee on Processed Fruits and Vegetables. 7. Codex Committee on Cocoa Products and Chocolate. Ditinjau dari Commodity Committee, keamanan pangan asal ternak berada dalam Codex Committee on Milk and Milk Products dan Codex Committe on Meat Hygiene, sedangkan bila ditinjau dari horizontal committee maka keamanan pangan asal ternak akan terkait dengan hampir semua komite, mulai dari CCFAC hingga CCNFSDU. Dengan demikian dapat dikatakan walaupun Codex membentuk beberapa komite untuk mempermudah kerjanya, terdapat keterkaitan antara komite satu dengan lainnya sehingga keputusan yang diambil tidak saling bertentangan (Food Agriculture Organization/World Health Organization 2000). PENUTUP 3.1. Kesimpulan Jaminan keamanan pangan telah menjadi tuntutan konsumen dan perdagangan nasional maupun internasional. Keamanan pangan asal ternak dari kandang dan produk pertanian hingga ke piring konsumen merupakan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam rantai pangan, mulai dari peternak, petani hingga konsumen yang mempersiapkan makanan di meja, termasuk pemerintah yang mempunyai wewenang dalam penetapan perundang-udangan. Media juga harus dapat membangun komunikasi yang interaktif dan terbuka di antara semua pihak yang terkait. DAFTAR PUSTAKA FOODHACCP. 2005. The WHO golden rules for safe food preparation. http://www. foodhaccp .com./who-rules. Food Agriculture Organization/World Health Organization. 2000. Codex Alimentarius Commission. Procedural Manual. 11th Edition. Joint FAO/WHO Food Standard Programme. FAO, Rome. Food Agriculture Organization/World Health Organization. 2004. The five keys for safe food: WHO’s community food safety activities. Second Global Forum of Food Safety Regulators, Bangkok 12−14 October 2004. FAO, Rome. Gorris, L.G.M. 2005. Food safety objective: An integral part of food chain management. Food Control 16: 801−809. Griffith, C. 2003. Good practices for food handlers and consumers. In C.W. Blackburn and P.J. McClure (Eds.). Foodborne Pathogens. Hazards, risk analysis and control. CRC Press. p. 257−276. Nurlaela, E. 2011. Keamanan pangan dan perilaku penjamah makanan di instalasi gizi rumah sakit. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makasar. Randell, A.W. and A.J. Whitehead. 1997. Codex Alimentarius: food quality and safety standards for international trade. Rev. Sci.Tech. Off. Int. Epiz. 16(2): 313−321. Soejitno, J. 2002. Pesticides residues on foodcrops and vegetables in Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(4): 124−132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar