Minggu, 01 Januari 2017

VIRULENSI AI SUBTIPE H5N1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) yang disebut juga Flu burung, Fowl pest, Fowl plaque, atau Avian flu. Virus ini berasal dari kelompok famili Orthomyxoviridae, serta dapat menginfeksi berbagai macam spesies diantaranya unggas, babi, kuda, serta manusia (Easterday et al., 1997). flu burung disebabkan oleh virus influensa tipe A, subtipe H5N1 yang dapat menyebabkan penyakit influensa (Boyce et al., 2008). Berdasarkan tingkat infeksi virus AI dapat dikelompokkan atas 2 tingkatan infeksi yaitu highly pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza (LPAI). Highly pathogenic avian influenza merupakan infeksi yang sangat patogen yang dapat menyebabkan angka kematian sampai 100%. Unggas yang terinfeksi oleh HPAI biasanya akan mati secara mendadak dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis. Gejala yang sering terlihat yaitu depresi, lemah, dan koma. Gejala depresi dapat ditandai dengan bulu kasar, nafsu makan menurun, diare, gerakan lambat, dan produksi telur menurun. Infeksi oleh HPAI umumnya disebabkan oleh virus AI sub tipe H5 dan H7 (Tabbu, 2000), sedangkan pada infeksi LPAI dicirikan dengan infeksi yang ringan. Kasus yang disertai kontaminasi oleh agen infeksi patogen yang lain menyebabkan LPAI berubah menjadi patogen dan angka kematian yang cukup besar (Akoso, 2006). Virus AI subtipe H5N1 dilaporkan juga telah menyebabkan kematian pada manusia sehingga tidak mengherankan jika kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian yang serius (Yee et al., 2008). Data terakhir tanggal 29 November 2011 di dunia saat ini telah dilaporkan sebanyak 571 kasus konfirmasi infeksi virus AI tipe A subtipe H5N1 pada manusia dengan 335 kasus diantaranya berakhir fatal. Di Indonesia, dilaporkan sebanyak 182 kasus konfirmasi infeksi virus AI subtype H5N1 pada manusia dan sebanyak 150 kasus berakhir dengan fatal (WHO, 2011). 1.2. Tujuan Dengan mempelajari tentang virulensi AI subtype H5N1, kita dapat mengetahui karakteristi dan bahayanya AI terhadap peternakan unggas dan kesehatan manusia TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Virus Influenza Secara umum, virus influenza dapat mengalami mutasi spontan pada saat virus memperbanyak diri di dalam sel inang. Beberapa tipe virus influenza dapat menginfeksi manusia dan hewan, yaitu virus influenza A, B, dan C. Penggolongan virus influenza didasarkan pada perbedaan antigenik NP dan M1 dari masing-masing virus. Tidak seperti virus influenza B dan C, virus influenza A mempunyai dua sifat yang mudah berubah, yaitu antigenic drift dan antigenic shift (pergeseran genetik). Antigenic drift adalah perubahan pada satu titik dari genom virus influenza A, perubahan ini sebagai penyebab wabah flu musiman yang sering terjadi. Antigenic drift melibatkan perubahan minor antigenik pada HA dan/atau NA, sedangkan antigenic shift melibatkan perubahan antigenik mayor pada HA dan/atau NA (Easterday et al., 1997). Antigenic shift adalah perubahan yang lebih besar dari genom virus, meliputi minimal 1 segmen dari 8 segmen virus influenza. Perubahan ini sebagai penyebab terjadinya wabah berkala setiap abad, seperti Pandemi influenza. Antigenik shift yang dikenal dengan proses reassortasi (reassortment), merupakan proses terjadinya pemilihan dan pencampuran secara genetis virus dari dua subtipe virus berbeda yang berasal dari dua induk semang berbeda sehingga terbentuk jenis subtipe virus baru yang berbeda dengan dua subtipe induknya (Parent viruses). Subtipe virus baru ini (reassortant influenza virus) mampu beradaptasi pada jenis makhluk hidup lain. Antigenic shift dalam hubungannya dengan kemunculan strain virus baru, terjadi ketika virus yang membutuhkan gen HA baru (dan NA pada beberapa kasus) mengkode sebuah protein baru yang memiliki karakteristik antigenik yang baru. Dalam subtipe viral baru, virus mengalami evolusi di bawah tekanan selektif imunitas inang. Strain yang mampu tumbuh dan berkembang adalah yang mampu mengakumulasi mutasi yang cocok pada gen yang mengkode HA. Perubahan asam amino HA berhubungan dengan perubahan minor sifat antigenik (Both dan Sleigh, 1981). Namun demikian, virus strain LPAI dapat bermutasi menjadi strain HPAI. Proses mutasi ini kemungkinan terjadi setelah virus strain LPAI yang terdapat di unggas liar ditularkan pada unggas peliharaan. Strain virus tersebut selanjutnya bersirkulasi selama beberapa bulan dalam unggas peliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus strain LPAI mengalami mutasi antigenic drift selama bersirkulasi dalam tubuh unggas peliharaan. Berdasarkan alasan tersebut maka World Organization for Animal Health sekarang menetapkan sistem penamaan HPAI dan LPAI menjadi hanya Avian Influenza. Termasuk dalam daftar A di OIE, karena flu burung merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kesehatan hewan dan manusia (EID, 2006) . 2.2. Faktor Virulen H5N1 Penyebab AI adalah virus influenza tipe A subtype H5, H7, dan H9, virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya bagi burung, tidak seperti H5 dan H7. Awalnya virus influenza A (H5N1) hanya ditemukan di hewan seperti: burung, bebek, dan ayam, tetapi sejak 1997 virus ini mulai menjangkiti manusia (penyakit zoonosis). Faktor virulen H5N1 termasuk kemampuan yang tinggi memecah hemaglutinin yang dapat diaktifkan oleh multipel seluler protease, spesifik substitusi di polymerase dasar protein 2 (Glub627Lys) yang menguntungkan replikasi, dan substitusi di nonstruktural protein 1 (Asp92Glu) yang meningkatkan hambatan oleh interferon dan tumor necrosis factor α (TNF-α) in vitro dan terjadi perbanyakan (replikasi) di babi, seperti terurai menjadi cytokine, sebagian TNF-α di makrofag manusia yang terpajan virus. Umumnya virus influenza, baik di manusia atau unggas adalah kelompok famili Orthomyxoviridae. Berinteraksi dengan mucin, berdiameter 80–110 nm, mempunyai 8 segmen genom RNA (ribonucleic acid) rantai tunggal, mempunyai envelope atau pembungkus, merupakan partikel pleiomorphic berukuran sedang yang terdiri atas 2 lapis lemak dan terletak di atas matriks M1 (M1) yang mengelilingi genom. Di permukaan envelope terdapat dua tonjolan glikoprotein yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Protein lain selain H dan N, virus influenza A juga mempunyai protein matriks M1, M2, nukleoprotein (NP), polimerase (PB1, PB2, PA), NS1, dan NEP. Masing-masing protein mempunyai fungsi yang berbeda. Beberapa tipe virus influenza terdapat di manusia dan hewan, yaitu virus influenza A, B, dan C. Pembagian tersebut didasarkan pada perbedaan antigenik NP dan M1 masing-masing virus. Tidak seperti virus influenza B dan C, virus influenza A mempunyai dua sifat yang mudah berubah. Yaitu antigenic shift (pergeseran genetik) yang disebabkan oleh transmisi virus influenza, yang inang alaminya bukan manusia ke manusia atau infeksi bersamaan antara dua virus pada satu sel yang akan menimbulkan strain virus baru dan spesifisitas reseptor terhadap sel pejamu yang berubah. Di samping itu, terdapat antigenic drift (mutasi titik) akibat subsitusi asam amino glikoprotein hemaglutinin virus sebagai respon terhadap imunitas tubuh penderita. Antigenic shift pada umumnya terjadi di pejamu intermediate misalnya babi karena hewan tersebut memiliki 2 reseptor sekaligus yaitu α 2,6 sialic acid dan α 2,3 sialic acid pada permukaan sel epitelnya. Gambar 1. virus influenza A Kedua sifat tersebut dapat menyebabkan kejadian pandemik. Di manusia, virus influenza A dan B dapat menyebabkan wabah flu yang luas, sementara virus influenza C menyebar secara periodik, ringan dan tidak menyebabkan wabah. Untuk mengklasifikasikan secara rinci, masing-masing tipe tersebut dibagi menjadi subtipe berdasar kelompok glikoprotein H dan N. Sampai saat ini subtipe yang dapat diidentifikasi ialah H1 sampai H15 dan N1 sampai N9. Glikoprotein H merupakan dasar perbedaan subtype dan menentukan virulensi subtipe virus influenza A. (Mulyadi dan Prihatini, 2005) 2.3. Infeksi Virus Infeksi dan replikasi primer virus terjadi di sel epitel kolumnar saluran pernapasan menyebabkan kerusakan silia, inflamasi, nekrosis dan deskuamasi epitel saluran pernapasan. Infeksi yang terjadi akan menginduksi sel B (antibodi terhadap NP, M1, H dan N). Molekul antibodi dapat menghancurkan virus bebas dengan berbagai cara, yaitu aktivasi jalur komplemen klasik atau menyebabkan agregasi, meningkatkan fagositosis dan kematian intrasel. Sel T (CD 4 dan CD 8) yang menghasilkan sitokin proinflamasi (interleukin 6, 10, interferon α 1, tumor nekrosis factor α yang mengaktifkan sel makrofag dan NK cell (natural killer) untuk membunuh virus yang tumbuh dalam sitosolnya. Sel T spesifik membunuh sasaran segera setelah proses mengenali peptida virus yang berhubungan dengan MHC I (major histocompatibility complex). Sitokin proinflamasi menyebabkan demam dan gejala sistemik, semakin tinggi kadarnya, semakin berat derajat keparahan penyakit pada penderita. (Mulyadi dan Prihatini, 2005). 2.4. Evolusi Virus AI H5N1 di Indonesia Evolusi virus H5N1 terjadi secara terus menerus terutama pada glikoprotein permukaan virus dan pada segmen gen lainnya. Keragaman virus merupakan hasil dari akumulasi perubahan molekul pada delapan segmen RNA, yang terjadi melalui mekanisme mutasi titik (antigenic drift), gene reassortment (antigenic shift), defective-interfering particles, dan rekombinasi RNA. Setiap mekanisme ini berkontribusi terhadap evolusi virus AI (Webster et al. 1992). Mutasi, termasuk substitusi, delesi, dan insersi merupakan salah satu mekanisme paling penting dalam menghasilkan variasi virus influenza. Kurangnya aktivitas proof-reading polimerase RNA berkontribusi terhadap kesalahan replikasi 1 basa setiap 104 basa (Holland et al. 1982). Setiap siklus replikasi RNA menghasilkan campuran populasi dengan beberapa varian, yang sebagian besar sering kali tidak tampak, namun mempunyai potensi untuk mutasi sehingga dapat menjadi dominan melalui seleksi positif (Webster et al. 1992). Di Indonesia, virus H5N1 genotipe Z telah menjadi endemis pada unggas sejak tahun 2003 (Smith et al. 2006). Berdasarkan analisis filogenetik, virus AI asal Indonesia dan Vietnam berasal dari sumber tunggal dan diduga berasal dari unggas domestik di China Selatan (Li et al. 2004; Chen et al. 2006). Virus AI dari Indonesia membentuk sublineage yang berbeda dari virus H5N1 genotipe Z. Virus ini diduga berasal dari sumber tunggal yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia (Smith et al. 2006). Smith et al. (2006) menyatakan, sebagian besar virus AI dari Indonesia mempunyai motif rangkaian asam amino basa pada daerah cleavage site yang merupakan karakter dari virus HPAI, yaitu PQRERRRKKR/G. Sekuen asam amino pada cleavage site sebagai penanda patogenisitas virus AI, sebagian besar mempunyai motif rangkaian asam amino basa yang menunjukkan HPAI. Pada tahun 2003-2005, sebagian besar isolat virus AI dari unggas di Indonesia menunjukkan motif PQRERRRKKR//G. Namun pada Maret 2005, Dharmayanti dan Indriani (2007) menemukan isolat virus AI dari unggas yang mengalami mutasi R→S pada posisi -6 HA sehingga mempunyai motif PQRESRRKKR//G. Tiga bulan setelah itu, pada Juni 2005, untuk pertama kalinya di Indonesia terdapat kasus manusia yang terinfeksi AI dan sekuen cleavage site virus ini sama dengan motif isolat yang ditemukan Dharmayanti dan Indriani (2007). 2.5. Virus H5N1 Asal Unggas dan Kasus Manusia Terinfeksi H5N1 Virus H5N1 yang diisolasi dari unggas di sekitar manusia yang terinfeksi H5N1 memberi petunjuk epidemiologi asal infeksi virus ini. Hasil penelitian Dharmayanti (2009) dan Dharmayanti et al. (2011a) tentang karakter virus H5N1 yang diisolasi dari unggas dan di sekitar manusia yang terinfeksi virus H5N1 menunjukkan mutasi spesifik tidak banyak ditemui pada virus H5N1 Indonesia atau virus di luar Indonesia. Dharmayanti (2009) menyatakan, virus H5N1 yang dianalisis masih mengenal avian receptor (α 2-3) dan belum mengenal human receptor (α 2-6) (Stevens et al. 2006) sehingga infeksi pada manusia kemungkinan akibat tertular unggas yang terlebih dahulu terinfeksi virus H5N1. Berkaitan dengan virulensi, C-terminal virus AI protein NS1 memiliki urutan konsensus dari PDZ domain ligand. Motif yang dapat terikat ke PDZ mengandung protein yang terlibat dalam jalur sinyal seluler inang. Hasil penelitian Dharmayanti et al. (2011a) memperlihatkan bahwa empat dari enam virus yang digunakan mempunyai motif PDZ ‘ESEV’, yang menunjukkan virus berasal dari unggas. Dua virus lainnya mempunyai motif asal manusia (human origin), yaitu virus Inhu/BPPVRII/ 07 dengan motif KSEV, seperti halnya motif PDZ dari virus 1918. Motif KSEV adalah motif yang jarang ditemukan di alam, tetapi pada tahun 2005 tercatat dua virus H5N1 Indonesia mempunyai motif tersebut dan juga virus H5N1 tahun 2007 yang diisolasi di Arab (Monne et al. 2008). Virus lainnya yang mempunyai motif PDZ seperti motif virus influenza manusia adalah virus Pessel/BPPVRII/07 yang mempunyai motif RSEV. Virus Pessel/ BPPVRII/07 dan Inhu/BPPVRII/07 diisolasi dari ayam di kasus infeksi virus AI H5N1 pada manusia dan ternyata mempunyai karakter genetik pada NS1 yang mungkin berkorelasi dengan adaptasi virus pada manusia. (Dharmayanti 2009). PENUTUP 3.1. Kesimpulan Penyakit AI telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik terhadap industry peternakan ayam maupun kesehatan masyarakat. Berdasarkan keragaman genetik, virus H5N1 di Indonesia menunjukkan tiga kelompok virus yang bersirkulasi, yaitu: (1) virus yang masih serupa dengan virus AI H5N1 tahun 2003; (2) virus yang mempunyai mutasi spesifik yang diisolasi di sekitar kasus manusia terinfeksi H5N1; dan (3) virus antigenic drift yang kemungkinan tercipta akibat tekanan imunologis akibat vaksinasi yang tidak tepat. Sirkulasi ketiga jenis virus ini memerlukan kewaspadaan karena virus H5N1 telah menjadi penyakit endemis di Indonesia sehingga memungkinkan terjadinya genetic reassortment antara virus H5N1 dan novel H1N1 maupun virus influenza lainnya, seperti H1N1/H3N2 seasonal flu. Keragaman jenis virus akan menyebabkan virus H5N1 lebih mudah beradaptasi pada manusia. Pengendalian, surveilans, dan pemantauan sirkulasi virus harus terus ditingkatkan dan dilakukan secara rutin untuk mewaspadai timbulnya virus baru yang kemungkinan lebih berbahaya dan lebih mudah beradaptasi pada manusia. DAFTAR PUSTAKA Akoso, B.T. 2006. Penyakit Menular pada Hewan dan Manusia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Both, G.W. and Sleigh, M.J. 1981. Conservation and Variation in the Hemagglutinin of the Hong Kong Subtype Influenza Virus During Antigenic Drift. Journal of Virology. Hal. 663-672. Vol. 39 No.3. Boyce, W.M., S. Christian, K.J. Chris, K. Terra, and C. Carol. 2008. Avian influenza viruses in wild birds: A moving target. CIMID-657. Chen, H., G. J. Smith, K.S. Li, J. Wang, X.H. Fan, J.M. Rayner, D.Vijaykrishna, J.X. Zhang, L.J. Zhang, C.T. Guo, C.L. Cheung, K.L. Xu, L. Duan, K. Huang, K. Qin, Y.H. Leung, W.L. Wu, H.R. Lu, Y. Chen, N.S.Xia, T.S. Naipospos, K.Y. Yuen, S.S. Hassan, S. Bahri, T.D. Nguyen, R.G. Webster, J.S. Peiris, and Y. Guan. 2006. Establishment of multiple sub-lineages of H5N1 influenza virus in Asia: Implications for pandemic control. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 103(8): 2845-2850. Dharmayanti, N.L.P.I. dan R. Indriani. 2007. Patogenisitas molekuler virus avian influenza yang diisolasi pada tahun 2005. MKH 23(2): 68-73. Dharmayanti, N.L.P.I. 2009. Perubahan Genoma Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 pada Unggas di Indonesia. Disertasi. Universitas Indonesia, Jakarta. 278 hlm. Dharmayanti, N.L.P.I., F. Ibrahim, Darminto, and A. Soebandrio. 2011. Influenza H5N1 virus of birds surrounding H5N1 human cases have specific characteristics on the matrix protein. Hayati J. Biosci. 18(2): 82-90. Easterday, B.C., Hinshaw, V.S., and Halvorson, D.A. 1997. Influenza. Disease of Poultry 10th ed. Iowa, USA: Iowa State University Press Ames. Hal. 532-551. EID/Emerging Infection Diseases. 2006. Control of avian influenza in poultry. accessed on 12 September 2006 Li, K.S., Y. Guan, J.Wang, G.J. Smith, K.M. Xu, L. Duan, A.P. Rahardjo, P. Puthavathana, C. Buranathai, T.D. Nguyen, A.T. Estoepangestie, A. Chaisingh, P. Auewarakul, H.T. Long, N.T. Hanh, R.J. Webby, L.L. Poon, H. Chen, K.F. Shortridge, K.Y. Yuen, R.G. Webster, and J.S. Peiris. 2004. Genesis of highly pathogenic and potentially pandemic H5N1 influenza virus in eastern Asia. Nature 340(6996): 209-213. Mulyadi, B. dan Prihatini. 2005. Diagnosis Laboratorik Flu Burung (H5N1). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 2, Mar 2005: 71-81 Monne, I., A. Fusaro, M.H. Al-Bodowi, M.M. Ismail, O.A. Khan, G. Dauphin, A. Tripodi, A. Salviato, S. Marangon, I. Capua, and G. Cattoli. 2008. Cocirculation of two sublineages of HPAI H5N1 virus in the Kingdom of Saudi Arabia with unique molecular signatures suggesting separate introductions into the commercial poultry and falconry sectors. J. Gen. Virol. 89(11): 2691-2697. Smith, G.J., T.S. Naipospos, T.D. Nguyen M.D. de Jong, D. Vijaykrishna, T.B. Usman, S.S. Hassan, T.V. Nguyen, T.V. Dao, N.A. Bui, Y.H. Leung, C.L. Cheung, J.M. Rayner, J.X. Zhang, L.J. Zhang, L.L. Poon, K.S. Li, V.C. Nguyen, T.T. Hien, J. Farrar, R.G. Webster, H. Chen, J.S. Peiris, and Y. Guan. 2006. Evolution and adaptation of H5N1 influenza virus in avian and human hosts in Indonesia and Vietnam. Virology 350(2): 258-268. Stevens, A., O. Blixt, T.M., Tumpey, J.K. Taubenberger, J.C. Paulson, and I.A. Wilson. 2006. Structure and receptor specificity of the hemagglutinin from an H5N1 influenza virus. Science 312: 404-410. Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. Penerbit Kanisius. Yoyakarta. Webster, R.G., W.J. Bean, O.T. Gorman, T.M. Chambers, and Y. Kawaoka. 1992. Evolution and ecology of influenza A viruses. Microbiol. Rev. 56(1): 152-179. Yee, K.S., E.C. Tim, J.C. Carol. 2008. Epidemiology of H5N1 Avian Influenza. CIMID- 662.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar